Membicarakan tentang stratifikasi sosial suatu masyarakat dirasakan penting terutama untuk mengetahui dan mencari latar belakang pandangan hidup atau sifat sifat yang mendasari kebudayaan dari suatu masyarakat. Lebih jauh dari itu, dengan mengetahui pelapisan masyarakat dapat diungkapkan hubungan-hubungan kejadian dalam masyarakat yang menyangkut tingkah laku segenap kegiatan dalam masyarakat termasuk kegiatan dan tingkah laku politiknya.
Dalam masyarakat Bugis Bone pembentukan stratifikasi sosial tidak dapat dilepaskan dari adanya pengaruh peran atau sosok individu yang mempunyai kelebihan dari orang lain. Dalam pembentukan stratifikasi Bugis Bone berlaku prinsip stratifikasi yaitu adanya pembentukan hirarkhi yang secara turun temurun berlaku pada setiap kelompok masyarakat. Hasil penelitian dalam Kitab Lagaligo menunjukkan bahwa dalam masyarakat Bugis Bone pembentukan stratifikasi sosialnya berdasarkan asumsi mitos to manurung yang pada prinsipnya menganut dua jenis manusia yaitu “ manusia yang “berdarah putih” yang merupakan keturunan dewata, serta mereka yang ’berdarah merah” yang tergolong orang biasa, rakyat jelata, atau budak.
Munculnya tokoh mitologis tomanurung dan keturunannya, yang oleh wasyarakat Bugis percaya mempunyai darah putih, tampaknya merupakan faktor utama terbentuknya pelapisan masyarakat. Jika dilihat dari sudut itu, maka masyarakat Bugis Bone terbagi dalam beberapa lapisan atas dasar kemurnian darah bangsawan yang ada pada meraka. Bahkan, ada ungkapan Raja Lapatau Matanna Tikka Matinro-E ri Nagauleng (Raja Bone ke XIV) menyatakan bahwa bahwa: “Wekkapitupi no anek eppoko arung mopi”7. Ungkapan ini menunjukkan bahwa tujuh turunan anak raja di Bone masih membawa dara ana’arung sampai derajat ketujuh. Raja Lapatau Matanna Tikka Matinro-E ri Nagauleng adalah anak kemanakan “Latenritatta” Arung
Palakka almarhum, bersaudara seibu-bapak dengan ibunda Baginda yang bernama “wemappolobangkeng”
cucu dari “Latenriruwa” Raja Bone ke- 11 MatinroE ri Bantaeng. Adapun struktur kekerabatan Raja Lapatu Matanna Tikka MatinroE ri Nagauleng.
Menurut Lontara, susunan masyarakat Bone disebutkan sebagai berikut:
Ungkapan Lontara tersebut menunjukkan bahwa dalam masyarakat Bugis-Bone telah terbentuk stratifikasi sosial yang telah menjadi pranata sosial yang terbentuk sejak dahulu. Pembentukan stratifikasi sosial tersebut menunjukkan bahwa dalam sejarah peradaban masyarakat pada umumnya terdapat tratifikasi sosial yang terbentuk karena adanya peran dari masing – masing strata dalam masyarakat.Terbentuknya pelapisan sosial tersebut merupakan realisasi dari klasifikasi berdasarkan dara (abbatireng atau ampijangeng) atau keturunan sebagai unsur primer.
Adapaun dasar stratifikasi yaitu:
1. Wija (keturunan) ana’eppona mappajungngngE, ialah keturunan anak cucu Raja, menurut garis lurus dari Raja ke-XV.
2. Wija mampajung, ialah keturunan Raja-raja sebelum Islam dan sebelum menjadi Raja La Patau Matanna Tikka, Raja Bone ke-15. Keturunan Raja XV ini temasuk golongan keturunan “ana’eppona mappajungngngE’
3. Wija to’ lebbi, ialah keturunan orang-orang mulad, yakni famili-famili dari ibu-bapak, La Patau Matanna Tikka.
4. Wija Anakkarasula, ialah anak-cucu Aru Lili (penguasa-penguasa) distrik), sebelum daerah tersebut menggabung diri pada kerajaan Pusat.
5. Wija To Maradeka, ialah keturunan orang-orang merdeka, biasa juga disebut Tosama;
6. Wija Ata, ialah keturunan hamba.
Keenam lapisan sosial itu terdiri atas tersebut terbentuk berdasarkan tradisi masyarakat Bugis Bone yang sudah dilembagakan masyarakat sebagai pranata sosial yang senantiasa menjadi acuan untuk menentukan status dan peran dalam masyarakat. Menurut Abu Hamid bahwa:
“Masyarakat Bugis membeda-bedakan manusia menurut tinggi rendahnya keturunan. Ukuran satu-satunya ialah soal darah atau keturunan sebagai unsur primair untuk itu perlu dibedakan terlebih dahulu macam-macam keturunan yaitu:
(1.1) Wija (keturunan) ana’ eppona mappajungngnge, ialah keturunan anak cucu Raja, menurut garis lurus dari Raja Ke-XV.
(1.2) Wija mappajung, ialah keturunan Raja-Raja sebelum Islam dan sebelum menjadi Raja La Patau Matanna Tikka, Raja Bone ke – XV. Keturunan Raja XV ini termasuk golongan keturunan 1.1. di atas.
(1.3) Wija Tole’bi ialah keturunan orang orang muda, yakni famili-famili dari ibu-bapak La Patau Matanna Tikka.
(1.4) Wija Anakarussala, ialah anak cucu Aru Lili (penguasa-penguasa distrik), sebelum daerah tersebut menggabungkan diri pada kerajaan pusat
(1.5) Wija To Maradeka, ialah keturunan orangorang merdeka, biasa juga disebut Tosama Wija Ata, ialah keturunan hamba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar